Pekik "Merdeka" pada zaman kemerdekaan memang ampuh ditambah lagi dengan teriakan merdeka atau mati benar-benar menginspirasi dan menggerakkan rakyat Indonesia pada masa merebut dan mempertahankan kemerdekaan menjelang dan tidak lama setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya melalui dwituunggal Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Tidak hanya berbentuk terikan lantang tetapi yel-yel "merdeka atau mati" itu juga tertulis dijalan-jalan, gerbonng kereta api, tembok-tembok serta diberbagai penjuru yang membuat suasana kala itu menjadi heroik dan patriotik dalam upaya bangsa Indonesia mengusir penjajah dari persada nusantara ini. Teriakan merdeka yang menggema dan tulisan merdeka atau mati yang ditemui di banyak tempat itu menjadi faktor penting mengobarkan semangat juang bangsa ini. Alhasil, semangat juang rakyat yang dihasilkan dari slogan tersebut di era merebut dan mempertahankan kemerdekaan telah memengaruhi gerak dan langkah masyarakat luas dalam berkiprah dan bekerja. Semangat juang 45 ini tidak hanya menghasilkan kemenangan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari negara Belanda dan sekutu dimasa-masa tahun 1945 hingga akhir tahun 1940 an tetapi juga mampu meningkatkan prestasi bangsa Indonesia di segala bidang. Bangsa Indonesia demikian dikenal dan menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa, di berbagai forum Internasional termasuk di bidang olahraga atlet Indonesia berjaya. Pada saat diadakan Games if the New Emerging Forces (Ganefo) pertama di Jakarta tahun 1963 Indonesia berhasil memperoleh medali terbanyak ketiga setelah Cina dan Uni Soviet. Ganefo diprakarsai oleh Bung Karno setelah di skorsing tidak boleh mengikuti olimpiade karena memprotes keberadaan Israel dan Taiwan dalam Olimpiade tersebut.
Membangkitkan semangat juang rakyat tampaknya sekarang ini masih diperlukan bagi negeri ini sebagaimana dahulu para pejuang dan rakyat Indonesia mampu menunjukkan kinerja yang optimal pada masa perjuangan kemerdekaan. Merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan adalah sama beratnya dan penting bagi bangsa ini memiliki semangat juang seperti yang telah ditunjukkan oleh segenap komponen bangsa pada masa kemerdekaan dulu. Pemimpin bangsa kala itu mampu menggerakkan komponen bangsa baik dalam kata dan perbuatan serta tetap konsisten menunjukkan contoh yang patut diteladani. Hal inilah yang membuat pada masa itu negara Indonesia demikian kuat dan disegani oleh bangsa-bangsa di dunia karena rakyatnya bersatu padu. Tapi kini dengan semakin banyaknya infiltrasi asing yang menyelusuf secara "soft" di berbagai sektor kehidupan bangsa, sementara kita tidak memiliki yel-yel yang mempersatukan bangsa seperti zaman dulu itu, semangat juang bangsa ini mengendur. Alhasil, kita masih belum mampu mengangkat deradat dan martabat bangsa yang sejajar dengan negara-negara besar di dunia.
Kalau dahulu para pendiri Republik ini berhasil "memainkan kata-kata" dalam arti positif untuk membangkitkan semangat bangsa serta memberikan contoh-contoh teladan dengan gaya kepemimpinan yang tidak berjarak terhadap rakyatnya, sekarang kita miskin teladan dari sang pemimpin. Para pejabat yang diberikan amanah mengurus rakyat lebih banyak mengurus diri, keluarga dan golongannya, sehingga pejabat zaman sekarang makmur dan sejahtera, sementara rakyatnya banyak yang masih sengsara hidup dan kehidupannya. Acapkali dipertontonkan hal-hal yang tidak menyatuinya kata dan perbuatan. Pejabatl melontarkan kata-kata dengan mudah tapi tidak dipraktekkan. Misal, pemimpin berkata agar jajaran pejabat yang membantu jangan mengurusi partai tapi mesti fokus pada pekerjaanya, namun kenyataan yang ada pemimpin yang mengucapkan hal itu "berkhianat", ia sendiri mengurus partianya. Masih banyak lagi contoh-contoh yang membuat rakyat mangkel dan jengkel dengan perilaku pemimpin/pejabat.
Rakyat ini memerlukan keteladanan dari pemimpinnya disamping slogan-slogan yang dapat memompa dan memacu semangat juang. Rakyat ini tidak macam-macam, mereka sangat mudah mengikuti pemimpinnya asal tidak dikhianati dalam arti pemimpinnya benar-benar lurus, bersih, jujur dan berintegritas. Rakyat akan marah dan antipati apabila pemimpinnya kerap munafik hipokrit, mengumbar kata-kata tetapi perilakunya tidak mencerminkan keindahan kata-kata yang dilontarkan, ibaratnya lidah tak bertulang, mudah berkata-kata tetapi sulit mempertanggungjawabkan perkataannya itu dalam hidup keseharian.
Kita pernah memiliki semangat juang 45 yang demikian tinggi nilainya sehingga kala itu kita sebagai bangsa berdiri tegak sama tinggi dan duduk sama rendah dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tidak ada rasa minder dan rendah diri di hadapan bangsa lain bahkan kita disegani lawan dan dihormati sahabat luar biasa. Fenomena itu terjadi karena kita memiliki pemimpin yang mampu memebrikan semangat juang tinggi untuk rakyatnya dan pemimpin itu pun hidup dalam kesederhanaan. Pemimpiin yang yang menyatukan kata dan perbuatan, sungguh kita amat mendambakannya kini.
Menumbuh-suburkan semangat juang 45 yang pernah kita miliki dalam bentuk yang berbeda tetapi dengan roh yang sama tentu masih diperlukan. Segala komponen bangsa sangat menantikan munculnya pemimpin bangsa yang mampu memberikan inspirasi kepada rakyatnya agar mempunyai semangat juang tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Kita pernah berhasil memiliki berbagai slogan perjuangan yang terbukti mampu merbeut dan mempertahankan kemerdekaan serta labih jauh dari itu kita pun memiliki kebanggaan tiada tara sebagai bangsa yang sampai sekarang sedikit masih terasakan. Namun demikian sudah saatnya kita hodupkan kembali semangat juang 45 ini meski dalam kemasan yang berbeda. Faktor pemimpin amat memegang peran penting untuk mengembalikan kebesaran semangat juang yang pernah merasuk dalam sanubari bangsa ini Indonesia pada masa kemerdekaan dulu.