Tetangga UIN Maliki Malang yang berupa perguruan tinggi adalah Universitas Brawijaya (UB) yang telah cukup lama berdiri jauh sebelum UIN Maliki Malang diresmikan. Kebetulan saya sejak tahun 2004 dipercaya untuk menjadi dosen ahli mengantarkan matakuliah terkait dunia manajemen, bisnis dan industri di UB, sehinggga sedikit banyak saya juga mengerti kondisi yang ada di kampus itu. Dinamika kampus ini luar biasa terjadi, jumlah jurusan dan fakultas bertambah, gedung dan fasilitas pun demikian yang juga otomatis jumlah mahasiswanya kini sangat besar dan miliki kampus lebih dari empat yang tersebar tidak hanya di Malang tetapi juga di Kediri, Jakarta dan luar negeri.
Publik mungkin masih ingat bahwa salah satu kampus tertua dan terbesar di Jawa Timur ini pernah fenomenal di tahun 1990 an pada saat berhasil mengumpulkan tokoh-tokoh dan kaum intelektual Muslim yang di ujung pertemuan berdiri organisasi besar bernama Ikatan Cedekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Organisasi ini terkesan di "endorse" Presiden Soeharto yang kala itu masih sangat kuat cengkeraman kekuasaannya. Terbukti ketua ICMI yang pertama adalah Prof. BJ Habibie yang ketika itu sangat dekat hubungannya dengan RI 1. Kita ketahui peran ICMI demikian besar dalam mengambil kebijakan pemerintahan. Ide-ide pembentukan ICMI itu dimulai oleh mahasiswa-mahasiswa UB umumnya mereka yang berasal dari Fakultas Teknik dan memang amat didukung oleh jajaran civitas akademika termasuk sang Rektor.
Nuansa Islami di UB cukup kentara bahkan terkesan mereka ingin menerapkan nilai-nilai Islam itu secara lebih baik dan bersemangat. Namun sayangnya masih tampak cara pandang dikotomik tentang ilmu dan Islam sebagaimana umumnya cara pandang sebagian ilmuwan dan akademisi kita. Pemikiran dikotomik itu sudah sejak zaman penjajahan mencuat sebagai salah satu cara penjajah untuk melanggengkan kekuasaannya sebagai penjajah di muka bumi nusantara ini. Tidak terkecuali di UB pun cara berpikir ini masih tetap ada dan itu sangat wajar karena jangankan di sekolah atau universitas umum, dikalangan lembaga pendidikan Islam seperti STAIN, IAIN bahkan UIN pun masih saja ada cara berpikir dikotomik yang memisahkan antara ilmu dan Islam. Hal ini merupakan salah satu hambatan majunya umat islam di Indonesia.
UIN Maliki Malang pernah punya rektor yang punya berbagai mimpi dan sebagian besar menjadi kenyataan. Salah satu dari sekian banyak mimpinya itu adalah "mengawinkan" tradisi akademik di universitas dan tradisi luhur pesantren. Konsep Pak Imam ini ternyata berjalan baik dan penulis pernah mempresentasikan konsep ini dihadapan tokoh, guru besar, ahli pemikiran Islam seluruh dunia tatkala diadakan Kongres dunia tentang islamisasi. Saya katakan bahwa konsep Pak Imam itu sangat tepat dalam upaya meningkatkan SDM umat Islam dan dalam kesempatan itu saya sempat berpromosi agar jika ingin menjadi orang besar maka belajarlah dari tradisi-tradisi luhur yang ada di pesantren di Indonesia. Konsep unik mengintegrasikan dua kutub yang tampak beda ini ternyata dengan piawai bisa terwujud dengan tangan dingin Prof. Imam. Sampai sekarang tampak manfaat integrasi konsep pendidikan ini UIN Malang.
Nah, jika saja Pak Imam menjadi rektor UB maka semangat civitas akademika di UB untuk menerapkan nilai-nilai Islam bisa dengan segera diejawantahkan melalui kepemimpinan model Prof. Imam. Dikotomik pemikiran yang mengakar dibanyak kalangan akademisi setahap demi setahap akan dkurangi untuk akhirnya menghilang dari kampus dan diganti dengan konsep progresif perkawinan ilmu agama dan ilmu umum serta menjunjung tinggi prestasi dan integritas. Menurut analisa saya Prof. Imam diantaranya akan melakukan hal-hal sebagai berikut:
- Membersihkan pemikiran dikotomik di kalangan civitas akademika UB dengan menerapkan konsep pengintegrasian ilmu-ilmu umum dengan nilai-nilai agama (khususnya ajaran Islam)
- Prof. Imam akan membuat mahad aly yang mewajibkan mahasiswa baru beragama Islam berada di pesantren luhur tersebut sekaligus menanamkan nilai-nilai utama ajaran Islam
- Setiap agama akan diberikan pula kesempatan untuk mengembangkan konsep-konsep yang diyakininya dan universitas dalam batas tertentu akan memfasilitasi kebutuhannya
- Semua civitas akademika akan dipacu dan dipicu untuk meningkatkan kualitas riset, diskusi akademik, budaya menulis sebagai bagian penting dalam tradisi keilmuan
- Prof. Imam akan mengembangkan jaringan yang lebih luas untuk memajukan universitas tidak hanya di dalam negeri tetapi di luar negeri
- Segala komponen yang berada di kampus mulai dari tukang sapu hingga pejabat rektorat akan diperlakukan secara manusiawi bahkan mereka yang dari kalangan bawah akan mendapatkan perhatian khusus dari sang pemimpin kampus
- Jurusan-jurusan dan fakultas yang memerlukan praktek langsung di dunia nyata akan dibuatkan kampus khusus misalnya jurusan pertanian akan dikonsentrasikan kampusnya di lahan pertanian begitu juga jurusan perikanan dan kelauatan akan didekatkan dengan pantai, laut dan tambak. Jurusan perternakan akan berada di dkat kaum peternak binatang dan seterusnya.
- Birokrasi kaku akan segera diakhiri sementara gaya kepemimpinan yang merakyat akan menghiasi suasana interaksi antara segala komponen civitas akademika termasuk dengan pihak ketiga.
- Dengan kepiawaian diplomasinya Pak Imam akan memperkenalkan kampus secara progresif ketingkat internasional bahkan "overseas program academic exchange" kelas dunia akan semakin digalakkan secara merata disemua fakultas. Mahasiswa asing akan berduyun-duyun belajar di UB. Penguasaan bahasa asing (tidak hanya bahasa Inggris) dari para dosen dan mahasiswa akan ditingkatkan sehingga kampus menjadi bernuansa internasional. Sebagai Muslim Prof. Imam tentu sangat yakin akan pentingnya memahami ayat-ayat kauniyah dan qawliyyah dan berupaya untuk menyelaraskan keduanya kepada para civitas akademika yang mayoritas beragama Islam sebagai dasar motivasi untuk mengembangkan kampus.
- Semua orang besar baik dari dalam maupun luar negeri akan diundang untuk menyaksikan perkembangan kampus sekaligus untuk membuktikan prestasi yang diraih bahwa Indonesia memiliki kampus tingkat dunia
- Dan masih banyak lagi yang akan dikerjakan Prof. Imam sehingga kampus yang dibinanya tentu akan mencuat menjadi berbeda dari sebelumnya menuju kearah yang lebih baik sebagaimana beliau telah membuktikannya di kampus ulul albab.
Dahulu Prof. Imam Suprayogo kerap kali dianggap para koleganya manakala ingin membuat berbagai terobosan di UIN Maliki Malang ini sebagai pemimpi besar dan pernah diingatkan bahwa banyak orang akan tertawa dan menertawakannya, tetapi pada akhir cerita ternyata UIN Maliki Malang yang tadinya hanya sebuah kampus kecil, cabang (kelas jauh) dari sebuah kampus yang juga tidak bisa dikatakan besar yaitu IAIN Sunan Ampel Surabaya akhirnya menjadi demikian besar dan semakin besar serta dikenal mancanegara. UIN Maliki Malang sebuah kampus yang dulunya teramat kecil kini tengah mendunia dengan mahasiswa asing yang belajar di kampus tersebut tidak kurang dari 29 negara di dunia. Kalau UIN yang dulunya saja amat sangat kecil, maka jika Prof. Imam memimpin kampus yang sudah cukup besar seperti UB tentunya nanti kampus itu akan lebih besar lagi bahkan bukan tidak mungkin menjadi acuan dunia. Tampaknya seperti mimpi, tetapi Prof imam telah membuktikan di UIN Maliki Malang mimpi-mimpi itu telah menjadi kenyataan (the dreams come true).