Ada hal menarik dalam sejarah kenabian dan umat Islam. Salah satu yang menarik untuk diambil hikmahnya adalah kisah tentang Nabi Daud yang dikenal amat taat beribadah sampai-sampai Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan bahwa puasa Nabi Daud yang selang seling yakni sehari berpuasa sehari berbuka sangat baik dan pernah direkomendasikan untuk dilakukan umat Islam. Bahkan pada masa Nabi pernah datang seseorang yang mengatakan kepada Nabi bahwa ia ingin berpuasa sunah sebanyak-banyaknya dan dia sanggup untuk berpuasa lebih dari 2 hari dalam seminggu. Lalu oleh Rasulullah disarankan agar berpuasa Daud yakni sehari berpuasa dan sehari tidak.
Jauh sebelum turun perintah sholat lima waktu yang wajib dikerjakan umat Islam, Nabi Daud telah terbiasa melakukan sholat pada hampir sepanjang malam dan hanya menyisakan seperenam malam untuk istirahat tidur. Bentuk ketaatan Nabi Daud dalam menjalankan ibadah maghdho ini membawa ia menjadi salah satu Nabi yang memperoleh barokah dari Allah SWT. Salah satunya yang telah diceritakan dalam al Quran bahwa Nabi Daud yang kala itu masih remaja berhasil mengalahkan Jalut seorang pria dewasa bertubuh besar dan kekar. Kisah ini di dalam literatur dan referensi Barat (Yahudi) dikenal dengan pertempuran David (Nabi Daud) dan Goliath (Jalut) Meski Jalut memiliki tameng, baju perang dan persenjataan canggih sementara Daud hanya punya katepel tetapi ternyata Nabi Daud berhasil mengalahkan Jalut. Jikalau tidak ada barokah dari Allah SWT, maka tidak mungkin Nabi Daud muda bertubuh kecil itu mampu mengalahkan Jalut yang bertubuh besar dan kuat, tetapi ternyata David berhasil membinasakan Jalut yang jauh lebih kuat dan perkasa secara fisik. Menangnya Nabi Daud ini yang dinilai para ulama sebagai barokah yakni karunia Allah diberikan kepada Nabi Daud, sehingga mampu mengalahkan Jalut yang begitu besar dan kuat serta dilengkapi dengan peralatan perang super canggih kala itu. Mana mungkin Dau muda bisa mengalahkan Jalut yang demikian besar dan kuat jikalau tidak ada campur tangan Allah, maka karunia NYa diberikan kepada Daud sehingga memenangkan pertempura.
Para ulama menerangkan bahwa barokah selalu bersifat positif dan dapat diperoleh dari hasil ketaatan beribadah kepada Allah SWT karena tidak ada suatu keburukan yang mengandung barokah. Oleh karena itu barokah dikatakan sebagai ziyadatul khair yakni karunia untuk menjadi lebih baik. Maka dikatakan bahwa asal barokah adalah konsistensi suatu kebajiakan (ibadah) yang dijalankan dengan tekun dan semata-mata mengharap ridho Allah SWT. Dari peristiwa ini dapat kita petik hikmah bahwa pertolongan akan diberikan Allah kepada mereka yang benar-benar tekun, konsisten dan khusyuk dalam beribadah. Nabi Daud adalah contoh yang mendapat barokah itu dari Allah SWT. Meski kecil tetapi karena memiliki barokah berhasil memenangkan pertemupran dengan lawan yang jauh lebih besar dengan perlengkapan canggih. Semakin taat seseorang dalam menjalankan ibadah semakin terbuka peluang untuk memperoleh barokah yakni karunia Allah yang dapat saja berupa materi ataupun non materi seperti bentuk pertolongan yang diperlukan pada saat yang tepat.
Terkait dengan kualitas ibadah seseorang konon ada satu cerita menarik dalam sejarah umat Islam tatkala terjadi perang Salib sekitar abad 12. Tersebut kisah bahwa Umat islam tengah mencari pemimpin perangnya. Sejumlah kriteria atau seleksi dalam menentukan calon pemimpin perang tersebut mungkin terkesan aneh bagi mereka yang mengandalkan logika dan rasio belaka. Apakah itu persyaratan untuk menjadi calon pemimpin Umat islam untuk bertempur dalam perang Salib itu?. Ternyata kriteria yang diajukan adalah seberapa jauh ketaatan calon dalam beribadah mulai dari konsistensi ibadahnya sejak akil baliq, mengikuti sholat berjamaah, mendirikan sholat malam hingga menunaikan ibadah-ibadah sunnah lainnya. Setelah diseleksi sedemikian rupa kemudian tersisa hanya satu orang yang amat tekun beribadah kepada Allah SWT dan beliau tergolong seorang ulama yakni Salahuddin Ayyubi. Umat merasa yakin seyakin-yakinnya bahwa apabila mereka dipimpin oleh seorang yang demikian taat menunaikan perintah dan anjuran agama, menjauhi segala larangan Nya, maka Allah akan memberikan karunia Nya kepada sang pemimpin berupa pertolongan yang diperlukan. Ternyata memang pasukan yang dipimpin Salahuddin Ayyubi pun akhirnya berhasil mematahkan serangan pasukan Salib dan tentara Romawi Bizantium.
Pelajaran yang dapat kita ambil adalah dalam mencari pemimpin hal pertama yang patut diperhatikan adalah sejauh mana kualitas ibadah sang calon pemimpin dalam konteks operasionalnya adalah taat akan perintah Allah mulai dari menjalankan sholat 5 waktu secara konsisten, tepat waktu, berjamaah, memperbanyak sholah sunnah, dan sebagainya. Kewajiban itu juga dilengkapi dengan rekam jejak yang bersangkutan dalam melakukan amar maruf nahi munkar, termasuk dalam hal ini adalah memberikan keteladanan dalam kebajikan, mengajak umat untuk berbuat baik, mencegah, melarang dan memberantas kebatilan yang banyak terjadi didepan mata. Kekuatan ini amat diperlukan agar pemimpin barokah dengan pemberian karunia dari Allah SWT. Selama ini ketika memilih pemimpin kita senantiasa terjebak dan terkooptasi dengan kebiasaan yang melihat calon pemimpin semata-mata dari keunggulan akademik, kekuatan fisik, kemenarikan paras dan hal-hal lain yang bersifat subyektif, tetapi luput menempatkan ketaatan dalam ibadah sebagai awal dan utama prasyarat sebelum kita pilih untuk dijadikan pemimpin.
Selama ini kita diperdaya dengan citra sang pemimpin yang secara lahiriah tampak enak dipandang mata namun ternyata keberpihakan pada agama (Islam) minim sekali terutama dalam menjabar-terapkan ajaran Islam ketengah-tengah kehidupan masyarakat. Hal ini bisa jadi disebabkan yang bersangkutan masih belum maksimal menjalankan ibadah-ibadah baik wajib dan sunnah secara optimal dan sungguh-sungguh, sehingga kemenangan (al fath) umat islam dan pertolongan dari Allah tak kunjung jua menghampiri negeri ini dalam upayanya bangkit dari keterpurukan multidemensiional. Dengan demikian kedepannya diharapkan kita bisa melahirkan generasi penerus bangsa yang konsistensi, ketekunan dan kegigihannya menunaikan kewajiban dan kebajikan-kebajikan Agama tidak diragukan lagi, sehingga ketika mereka dipercayakan mengemban amanah memimpin rakyat termasuk dalam golongan pemimpin yang barokah.