Semasa perjuangan dulu dalam mengusir penjajah dari muka bumi Nusantara ini rakyat bersatu padu, seia sekata merebut kemerdekaan. Dalam sejarah Indonesia diketahui bahwa para pemimpin dan rakyat tanpa pamrih menyatu, seiring sejalan bertempur melawan para kaum kolonialis imperialis yang telah menjajah bumi pertiwi ini beratas-ratus tahun lamanya. Pemimpin Indonesia waktu itu selalu memberikan contoh keteladanan, hidup sederhana dan senantiasa menggaungkan semangat gotong royong, kebersamaan antara rakyat dan rakyat dan dengan para pemimpinnya. Tidak ada perbedaan mencolok antara kaya dan si miskin, dan hampir tak beda kehidupan rakyat jelata dan sang pemimpin. Kita mengenal banyak pemimpin yang tidak memiliki barang-barang mewah, ambil contoh adalah kesederhanaan salah satu proklamator Indonesia Bung Hatta yang menyimpan uangnya dalam waktu lama hanya karena ingin membeli sepatu buatan Italia yang harganya mahal. Namun saat uang sudah terpenuhi ternyata beliau mengurungkan niatnya membeli sepatu tersebut karena ada pihak yang lebih membutuhkan uang tersebut dan dengan ikhlas beliau sumbangkan uangnya yang telah dengan susah payah diperoleh dengan cara menabung dalam kurun waktu yang cukup lama. itu satu contoh dari sekian banyak kisah pemimpin yang berperilaku inspiratif dalam kebersahajaan perilau dan gaya hidup.
Penjajahan dieajawantahkan dalam manisfestasi imperiailisme dan kollonialsme. Kedua-duanya setali tiga uang sama buruknya dan bagian dari penjajahan dimuka bumi. Jika imperialisme terkait dengan perluasan atau penaklukan suatu tempat atau wilayah oleh negara lain yang serakah, maka kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar wilayah tersebut. Istilah ini juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang digunakan untuk melegitimasikan atau mempromosikan sistem ini, terutama kepercayaan bahwa moral dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang dikolonikan. Kini imperialisme dan kolonialisme itu berganti baju dan pelakunya juga berbeda. Ia menjadi nafsu serakah pemimpin bangsa sendiri yang tidak puas dengan materi kekayaan yang dimiliki dan penyalagunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri. Dinasti kekuasaan dimana-dimana dan sejalan dengan itu ketamakan untuk memeroleh uang haram dari hasil korupsi memuncak. Jajaran elite bangsa dari tingkat daerah hingga pusat telah lengkap menempati hotel prodeo. Ini menandakan elit pemimpin Indonesia telah bangkurt moralitasnya. Amat sangat jauh apabila dibandingkan dengan moraliotas pemimpin Indonesia masa lalu. Sehingga Indonesia kini berbeda dengan Indonesia dulu.
Sosok pemimpin semacam yang dipaparkan diatas tidak sedikit alias mayoritas pada masa itu di Indonesia dan kita ketahui keteladanan para pemimpinlah yang membuat rakyat percaya kepada pemimpinnya yang lalu, dengan sukarela, ikhlas dan bersemangat menyongsong kemerdekaan. Gegap gempita rakyat dalam merayakan kemerdekaan RI tidak terlepas peran serta pemimpin yang mampu menempatkan diri di mata maysrakat sebagai pemimpin sejati yang bersedia berkorban dan menderita demi kepentingan bersama yang lebih besar meraih kmerdekaan dan berjuang menyejahterakan waarga bangsa. Para rakyat amat menghormati pemimpinnya dan para pemimpin kita kala itu berada di hati rakyat. Demikilanlah sekilas masa perjuangan kemerdekaan kita tempo dulu. Indonesia dulu penuh dengan cerita-cerita kepahlawanan, orang-orang ksatria, bertaburan contoh dan teladan serta memiliki empati tenggang rasa bagi sesama yang tidak hanya dicontohkan oleh pemimpin tetapi dilaksanakan sebagian besar rakyat yang terinspirasi oleh penampilan para pemimpin bangsa.
Tetapi apa yang terjadi di Indonesia masa kini? Sangat memerihatinkan bahkan menyedihkan. Kasus-kasus perilaku amoral, perbuatan nista dan tindak tanduk terpuji justru kini menghiasi halaman demi halaman kehidupan berbangsa dan bernegara. Para elite pemimpin kayanya luar biasa sementara rakyat miskin mash berjuta-juta. Elite pemimpin yang sudah kaya itu malah masih melakukan korupsi sedangkan rakyat makin sengasara. Ucapan pemimpn tidak sejalan dengan perbuatannya, banyak kebohongan publik dan mereka (pemimpin) merasa tak bersalah dengabn mudahnya mengatakan sesuatu yang tidak dilakukannya. Rakyat kecewa dengan sikap pemimpin yang lebih mementingkan diri dan golongannya, rakyat semakin gerah dan janji-jani yang tak kunjung tiba. Kampanye hanyalah mengobral janji dan kaum wong cilik, rakyat jelata dijadikan obyek semata untuk meraup suara PEMILU, rakyat dibutuhkan si penguasa manakala pesta demokrasi berlangsung setelah itu dilupakan. Rakyat dijadikan obyek, dimanfaatkan dan 'dikerjakan' untuk kemudian dibiarkan menghadapi kesulitan hidup sehari-hari.
Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan pemimpin elite lambat laun memudar hingga bisa sampai ke titik nadir. Pergolakan politik yang terjadi semasa orde baru dan masa reformasi untuk membenahi sistem politik dan pemerintahan untuk mencapai cita-cita bangsa tidak juga berpihak pada rakyat kebanyakan yang membutuhkan kesejahteraan dan keadilan. Kemakmuran dalam kedailan dan adil dalam kemakmuran semakin jauh dari realita. Pemerintah sibuk bermain dan menyuguhkan anga-angka statistik semu yang mengatakan pertumbuhan ekonomi tinggi dan fondasi ekonomi bangsa kokoh namun rakyat miskin mencolok didepan mata tanpa ada pembenahan berarti. Rakyat pun semakin tidak percaya dengan pemerintah sehingga memungkinkan terjadinya bom waktu sosial yang lebih dahsyat dibanding dengan pergolakan dan huru hara politik masa lalu karena rakyat sudah bosan dan muak dengan segala perilaku elite. Kepercayaan terhadap pemerintah turun terus sampai level yang terendah dalam sejarah kekuasaan negara akibat banyak kasus yang melibatkan para elit pemimpinnya. Rakyat sudah bosan dan muak dengan berbagai kejahatan sistematis dan massif dari para elite yang telah meggerogoti uang rakyat. Kalau dulu pundi-pundi kekayaan bumi nusantara ini digarong oleh penjajah maka kini yang menggasak bukan penjajah bule lagi tetapi oleh bvangsa sendiri kaum elite, Tinggalah kini rakyat berjuta-juta itu merasa bosan dan muak atas ulah elite pemimpin yang merampok aset kekayaan melimpah negara. Maka pada satu waktu nanti kesabaran rakya pun ada batasnya.