Langsung ke konten utama

Menemukan Kerukunan Umat Beragama

Terkait agama memang berbeda antara di tempat badah dengan di tempat lain, semisal di pasar, di lapangan olah raga, atau di rumah sakit. Di tempat ibadah, semua orang memeluk agama yang sama. Di masjid misalnya, semua adalah muslim. Di gereja, pada saat kebaktian, agama mereka adalah sama, ialah nasrani. Di Vihara, juga demikian, semuanya adalah pemeluk budha, di pura semua beragama Hindu, dan seterusnya.

Berbeda dengan di tempat ibadah, di tempat-tempat lain, orang tidak bicara agama. Orang yang sedang menonton sepak bola, tidak perlu menanyakan apa agamanya. Apakah mereka muslim, hindu, budha, nasrani, atau apa saja, tidak merasa perlu dipertanyakan. Para pemainnya juga tidak dipertimbangkan beragama apa, yang terpenting, mereka bisa memainkan bola dengan baik. Orang biasanya tidak peduli dengan agama pemain sepak bola, basket, tenes meja, dan lainnya.

Pertandingan sepak bola, basket, tenes meja, dan lain-lain, antar penganut agama juga tidak pernah terjadi. Misalnya pertandingan sepak bola antara nasrani dan muslim, antara pemain hindu dengan budha, antara budha dengan muslim, dan seterusnya. Yang selalu terdengar adalah kegiatan berdialog antar umat beragama. Akhir-akhir ini, untuk menjalin kerukunan umat beragama, terdengar semakin sering dilakukan dialog antar tokoh umat beragama yang berbeda.

Mengabaikan soal agama juga terjadi di tempat-tempat belanja, seperti di mall atau di pasar. Dalam memilih tempat belanja, orang biasanya tidak mempertimbangkan tentang agama, baik penjual maupun pembelinya. Pemilik mall tidak pernah dipertanyakan, beragama apa, dan demikian pula petugas penjualnya. Orang baru bertindak selektif, khususnya umat Islam, tatkala membeli makanan. Kaum muslimin lebih memilih rumah makan yang pemiliknya beragama Islam. Sebab terkait makan ada hubungannya dengan halal dan haram. Kaum muslimin selalu memilih makanan yang halal.

Kurang mempedulikan soal agama juga terjadi di rumah sakit. Orang yang sakit biasanya memilih rumah sakit yang memberikan pelayanan berkualitas. Misalnya, rumah sakit itu memiliki dokter yang terkenal keahliannya, pelayanannya memuaskan, keadaan lingkungannya bersih, tertip, disiplin, adil, dan keunggulan lainnya. Banyak orang dalam menentukan pilihan rumah sakit bukan pada agamanya, melainkan pada kualitasnya itu. Oleh karena itu, tidak sedikit ulama’, kyai, tokoh agama dirawat di rumah sakit yang berlabelkan bukan Islam, bahkan jelas-jelas dikenal miliknya nasrani, misalnya.

Atas dasar kenyataan itu maka sebenarnya kerukunan umat beragama sudah terjadi dengan sendirinya, tanpa di antara mereka harus berdialog. Di Malang misalnya, terdapat rumah sakit yang menggunakan identitas agama, misalnya Islam, Kristen, dan lain-lain. Rumah sakit dengan menggunakan identitas agama tertentu itu tidak berarti bahwa hanya akan menerima pasien dengan agama tertentu, atau seagama, tetapi akan mererima siapapun yang datang. Mereka juga akan diperlakukan secara sama. Kualitas pelayanan juga tidak akan dibedakan antara mereka yang berbeda agamanya.

Memang sementara orang ada yang lebih memilih rumah sakit yang dikelola oleh orang-orang yang seagama. Tetapi, kualitas pelayanan institusi yang bersangkutan masih selalu menjadi pertimbangan. Sekalipun dikelola oleh orang-orang yang seagama, tetapi kualitas pelayanannya kurang memuaskan biasanya juga tidak dipilih. Oleh karena itu, sebenarnya kerukunan umat beragama sudah terjadi di tempat-tempat pelayanan publik, yaitu seperti di mall, di pasar, di rumah sakit, dan juga di tempat lainnya.

Oleh karena itu, manakala di tempat ibadah masih terdengar adanya suasana tidak rukun, maka justru menjadi aneh. Kejadian itu, umpama terjadi, akan mendatangkan pertanyaan, mengapa di tempat ibadah, orang justru tidak rukun. Sebab, tempat ibadah itu, pada hakekatnya, di antaranya berfungsi untuk memperkokoh persatuan, setidak-tidaknya bagi intern penganut agama yang bersangkutan.

Postingan populer dari blog ini

3 Golongan Besar Umat Islam

Ada tiga tipe umat terkait sikap mereka terhadap Alquran: dhalimun linafsih, muqtashid, dan saabiq bil khairaat. (1) Dhalim linafsih : Artinya orang yang menganiaya diri sendiri, yaitu mereka yang meninggalkan sebagian amalan wajib dan melakukan sebagian yang diharamkan. Seperti, orang menjalankan salat tetapi korupsi, menjalankan saum Ramadan tetapi suka riya, pergi salat Jumat tetapi menggunjing orang, membayar zakat tetapi menyakiti tetangga, membelanjai istri tetapi juga menyakitinya, berhaji tetapi menzalimi karyawan. Pendek kata, dhalimun linafsih adalah orang yang terpadu dalam dirinya kebaikan dan keburukan, yang wajib kadang ditinggalkan, yang haram kadang diterjang. (2) Muqtashid : Artinya orang pertengahan, yaitu mereka yang menunaikan seluruh amalan wajib dan meninggalkan segala yang haram, walau terkadang masih meninggalkan yang sunah dan mengerjakan yang makruh. Seluruh kewajiban ia penuhi, baik kewajiban pribadi (seperti salat, zakat, puasa, dan haji) maupun kewajiba...

Dibalik Penggunaan Abu Gosok

Abu gosok dikenal masyarakat sebagai bahan untuk mencuci peralatan dapur yang nodanya susah hilang. Biasanya penggunaannya dibarengi dengan serabut kelapa dan air hangat. Di zaman yang semakin modern saat ini jarang kita temui perempuan atau ibu rumah tangga yang masih memanfaatkan abu gosok, meskipun masih ada sebagian dari mereka di beberapa tempat seperti pedalaman desa yang menggunakannya. Seiring dengan munculnya beberapa produk kebersihan alat rumah tangga yang semakin canggih. Sehingga fungsi abu gosok sebagai pembersih alat dapur jadi bergeser dan tergantikan. Sebenarnya abu gosok ini terbilang alami karena berasal dari limbah pembakaran tumbuhan. Biasanya dari sekam padi. Kandungan kalium yang terdapat di dalam abu gosok inilah yang berperan penting dalam menghilangkan noda membandel pada ketel atau peralatan dapur lainnya. Kalium yang bereaksi dengan air menghasilkan Kalium hidroksida yang bersifat basa sehingga mampu bereaksi terhadap kotoran dan mengangkatnya keluar. ...

Berbuat Baik Terhadap Orang Lain

Kebajikan itu sebajik namanya, keramahan juga demikian, dan kebaikan itu juga sebaik perilakunya. Orang-orang yang pertama kali akan dapat merasakan manfaat dari semua perbuatan itu adalah mereka yang melakukannya hal tersebut. Mereka akan merasakan buahnya seketika itu juga di dalam jiwa, akhlak, dan nurani mereka. Sehingga mereka pun selalu lapang dada, tenang, serta merasa tenteram dan damai. Ketika kita diliputi kesedihan dan kegalauan dalam hidup, maka berbuat baiklah terhadap sesama, niscaya akan mendapatkan ketentraman dan kedamaian hati. Dengan cara, sedekahilah orang yang fakir, tolonglah orang yang terdzalimi, ringankan beban orang yang menderita, berilah makan orang yang kelaparan, jenguklah orang yang sakit, dan bantulah orang yang terkena musibah, niscaya kalian akan merasakan kebahagiaan dalam semua kehidupan yang kalian jalani. Perbuatan baik itu laksana wewangian yang tidak hanya mendatangkan manfaat bagi pemakainya, tetapi juga orang-orang yang berada di sekitarnya...