Hubungan Merit Pay Dengan Kinerja
Pada umumnya, banyak organisasi bertujuan memberikan merit pay adalah semata-mata untuk meningkatkan motivasi kinerja para karyawannya. Mengapa demikian? Karena hal ini sistem penghargaan yang berupa bonus, insentif, hadiah atau apapun namanya, bertujuan memotivasi karyawan dan untuk meningkatkan kinerja mereka. Meskipun sistem merit pay telah secara luas banyak digunakan oleh banyak perusahaan, tetapi pada kenyataannya sebagian pelaku bisnis masih mempertanyakan apakah merit pay benar-benar dapat meningkatkan kinerja karyawan dan kinerja organisasi karena sampai saat ini, pemberian merit pay memang masih menjadi kontradiksi oleh para manajemen.
Kata merit berasal dari bahasa inggris, yang memiliki arti jasa atau manfaat serta prestasi. Dengan demikian, merit pay merupakan imbalan (reward) yang dikaitkan dengan jasa atau prestasi kerja seseorang maupun manfaat yang telah diberikan oleh karyawan kepada organisasi. Secara sederhana, konsep merit pay merupakan sistem pembayaran yang mengaitkan imbalan dengan prestasi kerja seorang karyawan. Implikasi dari konsep merit pay ini bahwa seseorang yang memiliki kinerja yang baik, maka ia akan memperoleh imbalan yang lebih tinggi, begitu pula sebaliknya. Artinya, semakin tinggi kinerja yang diraih karyawan akan semakin tinggi pula kenaikkan imbalannya.
Tujuan utama setiap organisasi merancang sistem imbalan atau reward adalah untuk memotivasi karyawan dalam rangka meningkatkan kinerjanya dan mempertahankan karyawan yang kompeten bertahan di perusahaan. Dengan merancang imbalan yang baik akan memiliki dampak ganda bagi organisasi, di satu sisi imbalan akan berdampak pada biaya operasi, di sisi lain imbalan akan mempengaruhi perilaku serta sikap kerja karyawan sesuai dengan keinginan organisasi agar karyawan dapat meningkatkan kinerjanya. Hal ini dapat dipahami karena salah satu tujuan seseorang bekerja adalah mengharapkan imbalan dari organisasi dimana ia bekerja, sedangkan pihak perusahaan mengharapkan karyawannya memberika kinerja yang terbaik bagi organisasi. Akibatnya, jika imbalan yang diberikan kepada karyawan terlalu tinggi dan tidak mencapai sasaran karena imbalan tersebut tidak mempengaruhi kinerja karyawan, maka hal ini akan sia-sia saja. Imbalan yang terlalu tinggi juga akan meningkatkan biaya operasi.
Agar hal demikian tidak terjadi, maka sebaiknya manajemen harus melakukan trade off antara besarnya imbalan bagi karyawan dengan biaya tenaga kerja yang ditanggung organisasi atau perusahaan, serta memastikan bahwa imbalan yang dibayarkan dapat memengaruhi kinerja karyawan (performance based pay). Organisasi harus benar-benar merancang sistem imbalan secara efektif dan efisien. Namun demikian, dalam penerapannya masih terdapat kendala, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) perubahan desain pekerjaan, (2) komposisi dan skill tenaga kerja yang semakin beragam tambah mempersulit penilaian kinerja, terakhir (3) keakuratan penilaian kinerja itu sendiri.
Sistem pembayaran yang didasarkan pada kinerja merupakan salah satu alternatif untuk menjembatani antara kepentingan kedua pihak tersebut. Merit pay merupakan sistem imbalan yang dikaitkan dengan kinerja karyawan karena semakin tinggi kinerja yang dicapai karyawan maka akan semakin tinggi pula imbalan yang diterimanya. Kenyataannya, sistem merit pay tidak dapat berjalan sesuai dengan harapan, bahkan banyak karyawan tidak mau menerima sepenuhnya keberadaan sistem imbalan dengan merit pay karena dianggap masih banyak kekurangan dari penerapan sistem pembayaran tersebut.
Yang dimaksudkan dengan perancangan sistem balas jasa adalah perancangan suatu sistem formal dan terstruktur untuk memberikan imbalan kepada SDM atas apa yang mereka lakukan demi keberhasilan perusahaan. Namun, imbalan itu diberikan berdasarkan kinerja mereka, dimana besar kecilnya imbalan berkaitan dengan kinerja mereka, namun imbalan tersebut dapat ditetapkan atau diberikan berdasarkan hal seperti berikut.
- Waktu kerja (time-based pay), dimana besar kecilnya imbalan berkaitan dengan lamanya waktu yang dihabiskan oleh sumber daya manusia dalam pekerjaan. Akan tetapi, lama waktu bekerja mereka sering kali tidak mencerminkan kinerja sumber daya manusia tersebut sehingga mereka yang berkinerja buruk dapat memperoleh imbalan yang lebih tinggi, disebabkan mereka yang berkinerja buruk waktu bekerjanya lebih lama ketimbang mereka yang berkinerja baik (waktunya pendek).
- Kompetensi (competency-based atau skill-based pay), dimana besar kecilnya imbalan berkaitan dengan keterampilan atau keahlian yang dimiliki sumber daya manusia dalam bekerja. Asumsi utama sistem balas jasa atas dasar kompetensi ini adalah adanya kaitan antara kompetensi dengan kinerja (dapat berpengaruh). Tentunya asumsi tersebut belum tentu benar, oleh karena itu efektif tidaknya sistem balas jasa ini bergantung pada kejelian manajemen SDM dalam melihat keterampilan atau keahlian mana saja yang berpengaruh terhadap kinerja.
- Senioritas (seniority-based pay), dimana besar kecilnya imbalan berkaitan dengan lamanya pengabdian sumber daya manusia di dalam satu perusahaan. Sama halnya dengan time-based pay, yaitu lamanya pengabdian belum tentu mencerminkan kinerja sumber daya manusia sehingga mereka yang berkinerja buruk dapat memperoleh yang lebih tinggi dari mereka yang berkinerja baik karena mereka yang berkinerja buruk, waktu pengabdiannya lebih lama ketimbang mereka yang berkinerja baik.
- Berat ringannya pekerjaan (job-based pay), dimana besar kecilnya memperoleh imbalan berkaitan dengan berat ringannya tugas dan tanggung jawab oleh karyawan dalam pekerjaan. Masalahnya adalah, beratnya tugas dan tanggung jawab pekerjaan dapat dijadikan alasan kinerja yang buruk, meski yang bersangkutan tetap memperoleh imbalan yang besar, atau dengan sumber daya manusia yang berkinerja baik, hanya karena mereka yang berkinerja buruk memiliki tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang lebih berat ketimbang mereka berkinerja baik.
Sumber : Moeheriono.2009.Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi.Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia