Ada pertanyaan sederhana tentang siapa sebenarnya muslim yang ideal itu. Rupanya penanya itu bukan sekedar berbasa-basi untuk menggoda, tetapi bersungguh-sungguh ingin tahu, siapa sebenarnya orang yang disebut muslim ideal itu. Sekalipun pertanyaan ini sederhana, tetapi tidak mudah menjawabnya. Sebab, mereka mengetahui sehari-hari tentang kehidupan pemeluk agama Islam dan bahkan dirinya sendiri juga seorang muslim.
Oleh karena yang diinginkan adalah sosok muslim ideal, maka saya tunjukkan bahwa, seorang muslim ideal, tidak ada lain kecuali Muhammad SAW, yaitu seorang pembawa ajaran Islam itu sendiri. Keber-Islaman utusan Allah ini adalah sempurna atau disebut sebagai ideal. Nabi adalah maksum, atau terpelihara dari kesalahan. Maka, keber-Islamannya tidak pernah salah.
Tentu yang dimaksudkan ideal itu bukan sesempurna nabi, tetapi adalah pengikut nabi. Maka jawaban saya juga sederhana, adalah para keluarga dan sahabat nabi. Namun rupanya jawaban yang saya berikan itu juga kurang memuaskan, karena yang diinginkan adalah sosok muslim yang hidup pada zaman sekarang ini. Oleh karena itu, untuk mencari sosok muslim yang sempurna, tentu tidak mudah Menyebut seseorang sebagai sosok ideal pasti akan mengundang diskusi panjang.
Oleh karena itu, saya sampaikan bahwa, setiap orang sebenarnya adalah berada pada proses menjadi muslim ideal. Semua orang , khususnya bagi yang beragama Islam, keberagamaannya ingin disebut sempurna. Akan tetapi, oleh karena setelah nabi tidak ada seorang pun yang maksum, kecuali Nabi sendiri, maka dalam ber-Islam tidak akan ada yang meraih derajad sempurna. Semua kaum muslimin berada pada posisi menuju menjadi muslim yang sempurna atau ideal itu. Diumpamakan sebagi orang berbaris, maka ada kelompok yang di depan, di tengah, dan bahkan hanya di belakang.
Mendengar jawaban itu, muncul pertanyaan lagi, siapa yang disebut berada pada barisan paling depan itu. Pertanyaan itu, lagi-lagi tidak mudah menjawabnya. Sebab akan mengundang perdebatan panjang lagi. Maka saya mengatakan bahwa, tingkat kesempurnaan itu tergantung pada siapa yang menilai. Setiap orang pasti memiliki subyektivitas. Selain itu juga memiliki ukuran dan penilaian, serta sudut pandang yang berbeda-beda. Itulah sebabnya, menyebut sosok muslim ideal dalam tataran empirik tidak mudah dilakukan.
Apalagi, manakala kesempurnaan tersebut dikaitkan dengan keputusan Tuhan, maka tidak pernah akan ada orang yang mengetahuinya. Seseorang dianggap dekat dengan Tuhan, oleh karena sehari-hari tampak alim dan saheh. Padahal kealiman dan kesalehan dimaksud sebernarnya belum tentu demikian menurut penilaian Tuhan. Penilaian tentang keimanan, ketaqwaan, keber-Islaman seseorang yang sebenarnya itu adalah hak prerogatif Dzat Yang Maha Kuasa. Tugas manusia adalah sekedar berusaha mendekat, dan mendapatkan ridha dari Allah swt. Sementara itu, siapa yang benar-benar usahanya itu sukses, pada saat ini tidak seorang pun yang tahu.
Adapun yang seharusnya dilakukan oleh siapapun pada saat hidupnya ini adalah berusaha untuk memelihara keimanan, ketaqwaan, beramal saheh, dan menjaga akhlak mulia. Dalam hal keimanan, seseorang harus menjaga tauhid, yaitu mempercayai atas ke-Esaan Allah, kenabian Muhammad saw, percaya pada kitab-kitab suci-Nya, para mailaikat, hari akhir, dan keputusan-Nya. Keyakinan itu harus tertanam secara kokoh, sehingga tidak goyah oleh pengaruh apapun.
Kaum muslimin juga dianjurkan untuk bekerja atau ber-amal shaleh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan bahkan juga untuk orang lain. Seorang muslim yang baik adalah yang mandiri, bertanggung jawab, dan bahkan tidak saja berpikir dan berbuat untuk dirinya sendiri, melainkan juga agar memberi manfaat bagi orang lain. Beramal shaleh adalah bekerja secara benar. Pekerjaan itu dilakukan atas dasar ilmu, pengalaman, dan ketrampilan yang tinggi. Islam sangat menghargai sesuatu pekerjaan diserahkan kepada ahlinya. Bahkan, menurut Islam, sesuatu pekerjaan yang diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka akan hancur.
Islam juga mengajarkan agar menjaga akhlak mulia. Bahkan dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Nabi diutus ke dunia adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia. Sebaik-baik orang adalah yang mulia akhlaknya. Pandai bersyukur, sabar, ikhlas, tawakkal, mencintai sesama, gemar menolong orang lain, menggembirakan orang dengan ikhlas, segera mengampuni kesalahan orang, dan lain-lain adalah bagian dari akhlak mulia. Siapa saja yang selalu berusaha untuk menjaga keimanan, ketaqwaan, amal shaleh dan akhlak mulia, maka mereka itulah sebenarnya yang disebut sebagai penyandang identitas muslim ideal. Wallahu a’lam.