Langsung ke konten utama

Akhlaqul Karimah dalam Kurikulum Pendidikan

Dalam khasanah unjuk kerja dikenal istilah soft skills untuk memaknai kecakapan intra dan inter personal dari seseorang. Dikatakan memiliki kecakapan intra personal mengandung arti bahwa individu tersebut mampu mengelola dirinya sendiri (self management) dalam merespon situasi yang dihadapi secara efektif. Sedangkan kecakapan inter-personal terkait dengan kecakapan dalam berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Soft skills ini dalam berbagai penelitian ternyata menyumbang sangat signifikan atas keberhasilan unjuk kerja seseorang melebihi kecakapan hard skills (kerap juga disebut dengan academics skills atau technical skills). Soft skills menyumbang 80% lebih keberhasilan unjuk seseorang sementara hard skills berkontribusi kurang dari 20% saja (Goleman, 1985, Sternberg 2005). Sehingga jika soft skill ditanamsuburkan dalam proses pendidikan niscaya akan menghasolkan SDM berkualitas prima.

Sementara itu seperti diketahui bahwa keberadaan Nabi selaku utusan Allah kepada umat manusia pada intinya dapat disimak dari ucapan beliau: “Sesungguhnya aku (Muhammad) ini diutus ke dunia semata-mata demi menyempurnakan Akhlak umat manusia” (Innamal bu'itstu liutamimmaa makarim al akhlaq). Sabda Rasulullah ini menunjukkan tiada lain kehidupan manusia ini semestinya bersandar pada segala perilaku positif atau tindakan terpuji. Itu semua bagian dari “akhlakul karimah”. Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting, ia merupakan "buah" dari pohon Islam berakarkan akidah dan berdaun syari"ah. Pengejawantahan nilai-nilai relijiusitas dalam suatu Negara berdaulat ditunjukkan warganya dalam perilaku, perbuatan atau akhlak mulia. Salah satu upaya menuju terwujudnya masyarakat yang ber ‘akhlaqul karimah’ adalah melalui pendidikan.

Menurut Al Ghazali akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat menampilkan perbuatan baik secara otomatis tanpa dipikir terlebuh dahulu (Rahmat Djanika 1992). Dalam konteks ini maka akhlak dapat dimaknai sebagai soft skills karena merupakan kecakapan intra dan interpersonal yang melekat pada diri seseorang. Ini berarti bahwa hakekat beragama adalah upaya menampilkan tingkah laku diri sendiri sesuai dengan tuntunan Islam (akhlaqul karimah). Dengan demikian umat Islam seharusnya memiliki tingkat soft skills terbaik dibandingkan umat lain karena adalah salah satu inti ajaran agama Islam. Namun kenapa hasil pendidikan kita masih jauh dari harapan?  

Seperti diketahui bahwa aksi dan perilaku negatif mulai dari demo anarkis, tawuran, KDRT, tindak korupsi, perilaku a-susila hingga ucapan mengandung bullying yang acapkali terjadi di lembaga pendidikan merupakan wujud-wujud perbuatan tak terpuji atau lahir dari akhlak tercela. Maraknya aksi kekerasan dan perilaku negatif bangsa ini membuat kita miris dan prihatin. Perbuatan tersebut dilakukan oleh orang yang mengaku beragama dan malah tidak sedikit berpendidikan tinggi. Akhlak tercela tersebut dipastikan berasal dari orang bermasalah dalam keimanan. Perilaku buruk merupakan manifestasi sifat-sifat syaitan dan iblis yang tugas utama dan satu-satunya adalah untuk menjerumuskan manusia di dunia agar berperilaku menyimpang sehingga tersesat dari koridor dan ketentuan agama.

Padahal, Islam mengajarkan kita sebagai umat beriman untuk melaksanakan kehidupan yang di anugerahkan Allah ini dengan penuh kredibilitas dan tanggung jawab.

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al Qur’an Surat Al Hasyr: 18).

Kandungan hikmah dan makna yang dapat kita peroleh dari ayat 18 Surat Al Hasyr itu agar umat Islam sebagai kaum yang beriman sungguh-sungguh meningkatkan kualitas karya dan kerjanya dalam mengisi kehidupan di dunia ini. Dari waktu-ke waktu unjuk kerja umat Islam mesti semakin baik dengan terus meningkatkan nilai takwa kepada Allah SWT.

Penanaman dan tumbuh-kembang kualitas unjuk kerja (human performance quality) yang bersandar pada akhlaqul karimah mendapatkan porsi cukup signifikan dalam ajaran agama Islam. Dalam Al Quran disebutkan bahwa Nabi Muhammad memiliki akhlak yang agung: wainnaka la ‘ala khuluqin azim (QS Al-Qalam: 4). Akhlak terpuji dicontohkan Nabi diantaranya, menjaga amanah, dapat dipercaya, bersosialisasi dan berkomunikasi efektif dengan umat manusia sesuai harkat dan martabatnya, membantu sesama manusia dalam kebaikan, memuliakan tamu, menghindari pertengkaran, memahami nilai dan norma yang berlaku, menjaga keseimbangan ekosistem, serta bermusyawarah dalam segala urusan untuk kepentingan bersama. Akhlak yang dicontohkan Nabi tersebut merupakan bagian yang diperlukan dalam meningkatkan kecakapan insaniyah (soft skills) manusia pada umumnya.

Setiap pekerjaan yang dilakukan di dunia ini semestinya mengandung unsur-unsur kebajikan yang bermanfaat tidak hanya bagi diri kita sendiri tetapi juga bagi manusia dan lingkungannya. Salah satu kegiatan kebajikan yang memiliki nilai-nilai kebajikan luhur itu adalah penyelenggaraan pendidikan. Allah berfirman dalam surat al - Dzariyat ayat 56 yang artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” Oleh karena itu, Islam menghendaki agar manusia dididik untuk mampu mengejawantahkan pengabdian tersebut sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Menurut al-Attas (1977:1) makna dari tujuan pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia baik (good man), menampilkan kepribadian muslim ideal, menjadikan manusia sempurna dalam berperilaku. Ini berarti tujuan akhir pendidikan Islam ialah membentuk manusia berakhlak mulia.

Persoalan Tenaga Pendidik

Fenomena kesenjangan soft skills pelajar pendidikan senyatanya merupakan hasil dari proses belajar mengajar yang tidak sejalan dengan konsep yuridis pendidikan. Konsep yuridis yang dituangkan dalam UUD 45 dan dielaborasi melalui UU Sistem Pendidikan Nasional (SPN) no. 20 tahun 2003 secara singkat, tegas dan jelas telah mencantumkan pentingnya kecakapan insaniyah bagi peserta didik. Bab 2 pasal 3 UU SPN no 20/2003 menyebutkan delapan aspek kecakapan insaniyah yakni: beriman dan bertakwa, akhlak mulia, sehat, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab. Kedelapan aspek ini merupakan bagian dari soft skills anak didik. Sedangkan aspek hard skills (kecakapan teknis) hanya diwakili dua aspek yakni berpengetahuan dan kompeten. Oleh karena itu secara yuridis tujuan dan arah pendidikan kita sudah sesuai dengan nilai-nilai agama (Islam), bahkan kedelapan aspek tersebut bentuk akhlaqul karimah. Sayangnya pada tahap implementasi di lapangan mind set masyarakat juga pemangku kebijakan masih condong mengutamakan tataran akademik ketimbang soft skills. Padahal sejumlah riset menunjukkan bahwa menyuburluaskan pendekatan soft skills pada kegiatan pendidikan dasar menengah bisa meningkatkan secara signifikan penguasaan terhadap kecakapan akademiknya. 

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Guru memang diungkap tentang kompetensi guru yang terbagi atas empat kategori, yaitu kompetensi Pedagogik, kompetensi Profesional, kompetensi Kepribadian, dan kompetensi Sosial. Keempat macam kompetensi ini dijadikan landasan dalam rangka mengembangkan sistem pendidikan tenaga kependidikan di negeri ini. Dua kompetensi (kepribadian dan sosial) adalah akhlaqul karimah yang masih kurang terperhatikan.

Tidak semua guru yang memiliki kemampuan pemahaman terhadap materi sekaligus mampu menjelaskan materi kepada siswa secara baik. Ketersampaian pesan pada kurikulum tergantung dengan kepiawaian guru menyampaikan pesan (process) bukan bergantung pada materi pesan (message) yang akan disampaikan, sehingga hal ini bermakna ‘the process is the content, the medium is the message’, terbalik dengan pemahaman umum selama ini. Oleh karena itu, kompetensi kepribadian dan sosial guru amat penting dan perlu untuk ditumbuhkembangkan. Apalagi guru-guru untuk tingkat sekolah dasar dan menengah membutuhkan pembekalan bentuk-bentuk soft skills (kecakapan akhlak) yang inspirasinya dapat diambil dari contoh-contoh perilaku Nabi seperti dikemukakan diatas.

Untuk meningkatkan kualitas kecakapan akhlak anak didik tersebut disamping guru memberikan contoh akhlak yang mulia juga memiliki kepiawaian membuat pelajar yang handal (powerful learner) dalam mengerjakan tugas-tugas dan menggunakan sumber belajar secara produktif dan efektif. Kurikulum pendidikan guru sekolah dasar menengah (termasuk MI, MTs dan MA) perlu dibenahi terlebih dahulu dengan penguatan pada sisi akhlaqul karimah dan soft skills guru (kompetensi kepribadian dan sosial). Bagi umat Islam pengembangan akhlak ini tentu mengacu pada contoh-contoh di Al Qur’an, Hadist Nabi dan Siroh Nabawiyyah. Diharapkan ketika menjadi guru mereka mampu berperan sebagai role model sekaligus motivator yang efektif bagi tumbuh-kembangnya kualitas personal anak didik. Wallahua'lam.

Postingan populer dari blog ini

3 Golongan Besar Umat Islam

Ada tiga tipe umat terkait sikap mereka terhadap Alquran: dhalimun linafsih, muqtashid, dan saabiq bil khairaat. (1) Dhalim linafsih : Artinya orang yang menganiaya diri sendiri, yaitu mereka yang meninggalkan sebagian amalan wajib dan melakukan sebagian yang diharamkan. Seperti, orang menjalankan salat tetapi korupsi, menjalankan saum Ramadan tetapi suka riya, pergi salat Jumat tetapi menggunjing orang, membayar zakat tetapi menyakiti tetangga, membelanjai istri tetapi juga menyakitinya, berhaji tetapi menzalimi karyawan. Pendek kata, dhalimun linafsih adalah orang yang terpadu dalam dirinya kebaikan dan keburukan, yang wajib kadang ditinggalkan, yang haram kadang diterjang. (2) Muqtashid : Artinya orang pertengahan, yaitu mereka yang menunaikan seluruh amalan wajib dan meninggalkan segala yang haram, walau terkadang masih meninggalkan yang sunah dan mengerjakan yang makruh. Seluruh kewajiban ia penuhi, baik kewajiban pribadi (seperti salat, zakat, puasa, dan haji) maupun kewajiba...

Dibalik Penggunaan Abu Gosok

Abu gosok dikenal masyarakat sebagai bahan untuk mencuci peralatan dapur yang nodanya susah hilang. Biasanya penggunaannya dibarengi dengan serabut kelapa dan air hangat. Di zaman yang semakin modern saat ini jarang kita temui perempuan atau ibu rumah tangga yang masih memanfaatkan abu gosok, meskipun masih ada sebagian dari mereka di beberapa tempat seperti pedalaman desa yang menggunakannya. Seiring dengan munculnya beberapa produk kebersihan alat rumah tangga yang semakin canggih. Sehingga fungsi abu gosok sebagai pembersih alat dapur jadi bergeser dan tergantikan. Sebenarnya abu gosok ini terbilang alami karena berasal dari limbah pembakaran tumbuhan. Biasanya dari sekam padi. Kandungan kalium yang terdapat di dalam abu gosok inilah yang berperan penting dalam menghilangkan noda membandel pada ketel atau peralatan dapur lainnya. Kalium yang bereaksi dengan air menghasilkan Kalium hidroksida yang bersifat basa sehingga mampu bereaksi terhadap kotoran dan mengangkatnya keluar. ...

Berbuat Baik Terhadap Orang Lain

Kebajikan itu sebajik namanya, keramahan juga demikian, dan kebaikan itu juga sebaik perilakunya. Orang-orang yang pertama kali akan dapat merasakan manfaat dari semua perbuatan itu adalah mereka yang melakukannya hal tersebut. Mereka akan merasakan buahnya seketika itu juga di dalam jiwa, akhlak, dan nurani mereka. Sehingga mereka pun selalu lapang dada, tenang, serta merasa tenteram dan damai. Ketika kita diliputi kesedihan dan kegalauan dalam hidup, maka berbuat baiklah terhadap sesama, niscaya akan mendapatkan ketentraman dan kedamaian hati. Dengan cara, sedekahilah orang yang fakir, tolonglah orang yang terdzalimi, ringankan beban orang yang menderita, berilah makan orang yang kelaparan, jenguklah orang yang sakit, dan bantulah orang yang terkena musibah, niscaya kalian akan merasakan kebahagiaan dalam semua kehidupan yang kalian jalani. Perbuatan baik itu laksana wewangian yang tidak hanya mendatangkan manfaat bagi pemakainya, tetapi juga orang-orang yang berada di sekitarnya...