Semarang merupakan ibukota Jawa Tengah, dengan demikian adat istiadat, bahasa maupun budaya Jawa sangat kental di kota ini. Meskipun memiliki budaya Jawa, banyak dari warganya yang juga keturunan etnis Tionghoa. Tak bisa dipungkiri bahwa budaya Tionghoa pun ikut berperan di Semarang. Ini terlihat dari berbagai elemen kehidupan di Semarang, mulai dari bangunan sampai dengan kuliner atau makanan.
Selain itu, di Semarang juga terdapat etnis Arab yang banyak terdapat sebuah daerah di Semarang yang disebut sebagai Kampung Melayu. Kampung Melayu bisa dilihat di sekitar Jalan Layur, di mana berdiri sebuah masjid yang disebut dengan Masjid Menara. Disebut demikian lantaran di sebelahnya terdapat menara yang berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan.
Pada perayaan tradisi Dugderan, kita bisa melihat beberapa percampuran budaya yang ada di Semarang. Perpaduan budaya ini bisa disaksikan pada “Warak Endog”, yaitu sebuah boneka binatang raksasa mitologis yang digambarkan sebagai simbol atau perwakilan akulturasi budaya dari keragaman etnis yang ada di Semarang. Bagian-bagian tubuhnya terdiri dari kepala naga (Cina), badan buraq (Arab) dan kaki kambing (Jawa).
Kata Warak sendiri berasal dari bahasa arab “Wara’I” yang berarti suci. Dan Endog (telur) disimbolkan sebagai hasil pahala yang diperoleh seseorang setelah sebelumnya menjalani proses suci. Secara harfiah, Warak Ngendog bisa diartikan sebagai siapa saja yang menjaga kesucian di Bulan Ramadhan, kelak di akhir bulan akan mendapatkan pahala di hari lebaran.