Perbedaan antara ilmu, rekayasa, dan teknologi tidaklah selalu jelas. Ilmu adalah penyelidikan bernalar atau pengkajian fenomena, ditujukan untuk menemukan prinsip-prinsip yang melekat di antara unsur-unsur dunia fenomenal dengan membekerjakan teknik-teknik formal seperti metode ilmiah. Teknologi tidak mesti hasil ilmu semata-mata, oleh karena teknologi harus memenuhi persyaratan seperti utilitas, kebergunaan, dan keselamatan.
Rekayasa adalah proses berorientasi tujuan dari perancangan dan pembuatan peralatan dan sistem untuk mengeksploitasi fenomena alam dalam konteks praktis bagi manusia, seringkali (tetapi tidak selalu) menggunakan hasil-hasil dan teknik-teknik dari ilmu. Pengembangan teknologi dapat dilukiskan pada banyak ranah pengetahuan, termasuk pengetahuan ilmiah, rekayasa, matematika, linguistika, dan sejarah, guna mencapai suatu hasil yang praktis.
Teknologi seringkali merupakan konsekuensi dari ilmu dan rekayasa — meskipun teknologi sebagai kegiatan manusia seringkali justru mendahului kedua-dua ranah tersebut. Misalnya, ilmu dapat mengkaji aliran elektron di dalam penghantar listrik, dengan menggunakan peralatan dan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Pengetahuan yang baru ditemukan ini kemudian dapat digunakan oleh para insinyur dan teknisi untuk menciptakan peralatan dan mesin-mesin baru, seperti semikonduktor, komputer, dan bentuk-bentuk teknologi tingkat lanjut lainnya. Dalam cara pandang seperti ini, para ilmuwan dan rekayasawan kedua-duanya dapat dipandang sebagai "teknolog"; ketiga-tiga ranah ini seringkali dapat dipandang sebagai satu untuk tujuan penelitian dan referensi.
Hubungan pasti antara ilmu dan teknologi secara khusus telah diperdebatkan oleh para ilmuwan, sejarawan, dan pembuat kebijakan pada penghujung abad ke-20, sebagiannya karena debat dapat mengabarkan pembiayaan ilmu dasar dan ilmu terapan. Dalam kebangkitan setelah Perang Dunia II, misalnya, di Amerika Serikat terdapat anggapan yang meluas bahwa teknologi hanyalah "ilmu terapan" dan untuk mendanai ilmu dasar adalah dengan cara menuai hasil-hasil teknologi pada waktunya. Artikulasi filsafat ini dapat ditemukan secara eksplisit di dalam risalah yang ditulis Vannevar Bush mengenai kebijakan ilmu pascaperang, Science—The Endless Frontier: "Produk-baru, industri baru, dan lebih banyak lapangan kerja memerlukan tambahan pengetahuan sinambung akan hukum-hukum alam... Pengetahuan baru yang esensial ini dapat diperoleh hanya melalui penelitian ilmiah dasar." Tetapi, pada akhir dasawarsa 1960-an, pandangan ini muncul dilatarbelakangi oleh serangan langsung, memimpin ke arah berbagai inisiatif untuk mendanai ilmu untuk tujuan tertentu (inisiatif-inisiatif ini ditolak oleh komunitas ilmiah). Isu tersebut masih diperdebatkan—meskipun sebagian besar analis menolak model bahwa teknologi hanyalah hasil dari penelitian ilmiah.
Rekayasa adalah proses berorientasi tujuan dari perancangan dan pembuatan peralatan dan sistem untuk mengeksploitasi fenomena alam dalam konteks praktis bagi manusia, seringkali (tetapi tidak selalu) menggunakan hasil-hasil dan teknik-teknik dari ilmu. Pengembangan teknologi dapat dilukiskan pada banyak ranah pengetahuan, termasuk pengetahuan ilmiah, rekayasa, matematika, linguistika, dan sejarah, guna mencapai suatu hasil yang praktis.
Teknologi seringkali merupakan konsekuensi dari ilmu dan rekayasa — meskipun teknologi sebagai kegiatan manusia seringkali justru mendahului kedua-dua ranah tersebut. Misalnya, ilmu dapat mengkaji aliran elektron di dalam penghantar listrik, dengan menggunakan peralatan dan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Pengetahuan yang baru ditemukan ini kemudian dapat digunakan oleh para insinyur dan teknisi untuk menciptakan peralatan dan mesin-mesin baru, seperti semikonduktor, komputer, dan bentuk-bentuk teknologi tingkat lanjut lainnya. Dalam cara pandang seperti ini, para ilmuwan dan rekayasawan kedua-duanya dapat dipandang sebagai "teknolog"; ketiga-tiga ranah ini seringkali dapat dipandang sebagai satu untuk tujuan penelitian dan referensi.
Hubungan pasti antara ilmu dan teknologi secara khusus telah diperdebatkan oleh para ilmuwan, sejarawan, dan pembuat kebijakan pada penghujung abad ke-20, sebagiannya karena debat dapat mengabarkan pembiayaan ilmu dasar dan ilmu terapan. Dalam kebangkitan setelah Perang Dunia II, misalnya, di Amerika Serikat terdapat anggapan yang meluas bahwa teknologi hanyalah "ilmu terapan" dan untuk mendanai ilmu dasar adalah dengan cara menuai hasil-hasil teknologi pada waktunya. Artikulasi filsafat ini dapat ditemukan secara eksplisit di dalam risalah yang ditulis Vannevar Bush mengenai kebijakan ilmu pascaperang, Science—The Endless Frontier: "Produk-baru, industri baru, dan lebih banyak lapangan kerja memerlukan tambahan pengetahuan sinambung akan hukum-hukum alam... Pengetahuan baru yang esensial ini dapat diperoleh hanya melalui penelitian ilmiah dasar." Tetapi, pada akhir dasawarsa 1960-an, pandangan ini muncul dilatarbelakangi oleh serangan langsung, memimpin ke arah berbagai inisiatif untuk mendanai ilmu untuk tujuan tertentu (inisiatif-inisiatif ini ditolak oleh komunitas ilmiah). Isu tersebut masih diperdebatkan—meskipun sebagian besar analis menolak model bahwa teknologi hanyalah hasil dari penelitian ilmiah.